Bangka, Cmnnews.id — Pendidikan dan birokrasi memiliki hubungan yang sangat erat dan saling menguatkan, namun seringkali dipandang sebagai dua ranah yang berbeda. Pendidikan dianggap sebagai tempat atau ruang pembentukan karakter manusia sedangkan birokrasi merupakan mesin penggerak administrasi negara.Pendidikan tanpa birokrasi yang sehat akan terhambat dalam mnjalankan fungsinya.
Sementara birokrasi tanpa pendidikan yang kuat akan kehilangan arah dan kualitas sumber daya manusia yang menjadi penggeraknya. Hubungan simbiotik ini menjadi fondasi yang sangat penting dalam mendorong jalannya reformasi organisasi publik dalam mensukseskan pembangunan.
Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai transfer pengetahuan namun mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk pola pikir kritis, etos kerja dan nilai- nilai integritas. Seperti yang pernah ditegaskan Ki Hajar Dewantara bahwa ”Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak- anak, ini berarti menuntun segala kekuatan kodrat yanga ada pada anak- anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi- tingginya”.
Hal ini jelas menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya sekedar membentuk pribadi secara personal namun menyiapkan mereka agar dapat berperan dalam sistem sosial termasuk birokrasi. Di sisi lain, birokrasi berperan sebagai penopang sistem pendidikan.
Tanpa tata kelola yang efektif, pendidikan akan sulit mencapai tujuannya. Birokrasi memastikan distribusi sumber daya berjalan dengan baik, misalnya melalui kebijakan Dana BOS yang diatur dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2022.
Birokrasi juga menetapkan regulasi dan standar mutu, sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi acuan dalam menjaga kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
Selain itu, birokrasi berperan sebagai fasilitator inovasi, terutama dalam era digitalisasi. Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) menjadi landasan bagi birokrasi untuk mendorong digitalisasi layanan pendidikan, mulai dari data siswa hingga sistem evaluasi berbasis teknologi.
Hubungan simbiotik antara pendidikan dan birokrasi diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Birokrat yang cerdas dilahirkan dari pendidikan yang baik. Sementara birokrasi merupakan wadah yang menyediakan sistem yang memungkinkan untuk pendidikan menjadi berkembang.
Keduanya secara bersama menciptakan ekosistem reformasi organisasi yang berkelanjutan. Menteri PAN-RB Abdullah Azwar pernah menegaskan bahwa ”Reformasi birokrasi bukan hanya soal struktur, tetapi juga soal kultur. Dan kultur itu dibentuk oleh pendidikan.” Pernyataan ini memperkuat pandangan bahwa pendidikan merupakan fondasi perubahan birokrasi karna tanpa aparatur yang memiliki budaya kerja yang baik, maka reformasi birokrasi akan berhenti pada tataran adminitrasi belaka.
Hubungan antara pendidikan dan birokrasi yang nyata dapat dilihat langsung di Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung mengenai implementasi Dana BOS. Di beberapa SMP Negeri di Bangka awalnya mengalami beberapa kendala dan tantangan dalam mengimplentasi Dana BOS.
Mulai dari keterlambatan pencairan hingga kesulitan dalam pelaporan digital. Namun hal ini dapat diatasi langsung melalui inisiatif dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka dengan melakukan pelatihan khusus bagi kepala sekolah dan bendahara sekolah terkait penggunaan aplikasi pelaporan Dana BOS berbasis daring.
Hal ini cukup berhasil dapat dilihat dari pelaporan penggunaan dana BOS secara transparan dan real-time, terjaganya akuntabilitas karna informasi penggunaan dana dapat diakses dan tentu saja efisiensi birokrasi meningkat karna proses administrasi yang sebelumnya manual kini menjadi lebih cepat dan meminimalkan kesalahan.
Hal ini jelas dapat menunjukkan bahwa ketika birokrasi berbenah dengan pemanfaatan teknologi secara maksimal maka akan berdampak pada pendidikan di tingkat sekolah yang terdorng untuk lebih profesioanal dan transparan. Selain itu kesiapan tenaga pendidik yaang terlatih melalui pendidikan formal maaupun pelatihan teknis juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan reformasi birokrasi di sektor pendidikan.
Lebih lanjut ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memperkuat hubungan antara pendidikan dan birokrasi dalam mendorong reformasi organisasi. Pertama, mengintegrasikan kurikulum dengan kebutuhan birokarsi moredn. Melalui pendidikan diharapkan dapat menyiapkan lulusan yang mampu menjawab tantangan tata kelola publik yang semakin kompleks.
Kedua, membangun birokrasi pembelajar atau learning organization. Birokrasi harus terbuka terhadap krituk, riset dan inovasi dari dunia akademik sehingga tidak terjebak dalam rutinitas administrasi semata. Ketiga, memperkuat hubungan atau kolaborasi dengan berbagai sektor.
Sinergi antara sekolah, perguruan tinggi, pemerintah daerah dan kementrian merupakan kunci dalam menciptakan kebijakan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Keempat, budaya evaluasi. Baik pendidikan maupun birokrasi harus membiasakan melakukan refleksi dan evaluasi untuk perbaikan berkelanjutan sehingga diharapkan reformasi tidak berhenti pada ”istilah’ saja tetapi benar- benar terwujud dalam praktik nyata.
Dengan demikian jelas tergambar bahwa pendidikan dan birokrasi bukanlah hal yang dapat berdiri sendiri namun keduanya harus saling menopang dan menguatkan serta secara bersama menjadi motor penggerak reformasi organisasi.
Pendidikan dapat membentuk manusia yang siap mengubah birokrasi sementara birokrasi menyiapkan ruang agar pendidikan dapat berkembang secara optimal. Jika hubungan ini dikelola dengan baik, maka negara kita Indonesia akan memiliki sistem birokrasi yang lebih transparan, akuntabel dan berorientasi pada pelayanan publik.
Pada akhirnya reformasi birokrasi yang berkelanjutan hanya dapat terwujud jika pendidikan dan birokrasi berjalan beriringan, saling mendukung dan saling menguatkan dalam satu tujuan besar yaitu mewujudkan tata kelola publik yang lebih baik demi tercapainya masyarakat yang sejahtera.
Oleh: Veronica, S.E: Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pahlawan 12
<span;>







