BANGKA SELATANHEADLINE

HIV/AIDS di Babar Meningkat, Penyebab dari Si Nakal dan Hubungan Sesama Jenis

7
×

HIV/AIDS di Babar Meningkat, Penyebab dari Si Nakal dan Hubungan Sesama Jenis

Sebarkan artikel ini

BANGKA BARAT — Kepala Dinas Kesehatan Bangka Barat Muhammad Sapi’i Rangkuti mengatakan, jumlah pengidap HIV/AIDS di Bangka Barat sampai tahun 2024 ini mencapai 90 orang.

Menurut dia jumlah penderita dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada 2022, pengidap HIV/AIDS di Bangka Barat sebanyak 80 orang dan tahun 2023 naik ke angka 94.

“Jumlah di 2023 ada 94 diluar yang mobile ( bergerak ) kan, ada yang mobile juga yang terdeteksi. Ketika dia pulang kita anggap dia bukan lagi penderita di sini. Kalau tahun 2022 itu sekitar 80an, jadi naik terus,” kata Rangkuti usai buka puasa bersama wartawan di Waroeng Abbian di Kecamatan Mentok, Selasa ( 26/3/2024 ).

Dari angka 90 itu, titik terbanyak ada di Kecamatan Mentok sebanyak 60 orang, sisanya tersebar di enam kecamatan lainnya.

“Hampir di setiap kecamatan itu ada.
Paling banyak di Mentok makanya hati-hati,” imbuhnya.

Penanganan yang dilakukan Dinkes bagi pengidap HIV/AIDS menurut Rangkuti, bagi pasien yang sudah terinfeksi dan terdeteksi, harus menjalani pengobatan terus menerus, walaupun sebenarnya tidak ada jaminan untuk kesembuhan.

“Tapi buat mereka yang belum terdeteksi, nah itu ada program kita untuk mencari,” ujarnya.

Maka ditegaskannya dalam program itu, setiap ibu hamil wajib menjalani pemeriksaan HIV. Dari pemeriksaan ini terkadang penderita penyakit mematikan itu bisa terdeteksi.

“Nah kalau dia terdeteksi dia harus dikejar lagi dari mana dia dapat? apakah dari suami? atau ketika dia dapat dari suami kita kejar lagi dari mana, ini kan panjang lintasannya,” katanya.

Rangkuti mengatakan dari 90 penderita tersebut, 30 persen merupakan korban dari orang lain yang terinfeksi, dalam hal ini istri yang tertular dari suami yang “nakal “. Ada juga ” Si Nakal ” yang suka berganti pasangan. Bahkan ada 40 persen karena hubungan sesama jenis, pasangan laki – laki.

“Banyak juga hampir dominasinya di situ sebetulnya yang hubungan sejenis antara laki-laki sama laki-laki. Kalau cewek sama cewek kita belum ketemu,” tukas dia.

Penularan lainnya karena transfusi darah. Si pendonor ternyata pengidap HIV/AIDS sehingga penerima darah jadi tertular.

Kendala yang dihadapi dalam hal penanganan dan mendeteksi penderita, antara lain karena nama atau identitasnya tidak boleh diakses. Padahal kata Rangkuti, sekarang ini sebenarnya bila jumlah penduduk Bangka Barat dijumlahkan dengan pendatang dari luar daerah, angka pengidap bisa lebih dari 100 orang.

“Tapi kita keluarkan yang pendatang kita bicaranya yang lokal saja. Memang adalah penduduk asli Bangka Barat yang 90 sekian itu yang tersebar di enam kecamatan tadi,” lanjut dia.

Dari mana jalan masuk penyakit ini pun menurut dia juga sulit ditelusuri. Sebab, bila dicari dari praktik prostitusi pun, bisnis esek – esek saat ini sudah terselubung karena dilakukan secara online melalui media sosial.

Perilaku penyimpangan seksual atau gonta – ganti pasangan tentu dilakukan dengan senyap. Hal ini menurut dia membuat jalan masuk HIV/AIDS sulit untuk dilacak.

Lebih lanjut dia mengatakan, rentang usia penderita yang terinfeksi beragam. Rangkuti menyebut ada pasien usia 18 tahun belum menikah meninggal dunia, atau ada juga yang usia 30 sampai 40 tahun.

“Yang meninggal saya kurang ingat angkanya. Kalau untuk tahun 2023 ada satu di bulan Januari itu. Kalau 2024 belum ada. Sepanjang 2023 ada hanya satu kematian tapi pertambahan jalan terus, nah ini yang jadi masalah,” cetusnya.

Untuk menekan laju penyakit ini, pihaknya turun ke lokasi yang dianggap rawan seperti “warung remang – remang” atau esek – esek untuk melakukan pemeriksaan.

Tapi ada kendalanya juga. Kata dia, begitu melihat petugas datang, penghuni tempat tersebut malah kabur melarikan diri.

Walaupun pihaknya terbuka bagi orang – orang yang ingin memeriksakan diri, tapi Rangkuti pesimis ada penderita HIV yang bersedia menyerahkan diri untuk diperiksa.

Karena itu pihaknya lebih fokus membidik ibu – ibu hamil untuk diperiksa, sebab hal itu merupakan program wajib nasional.

“Jadi semua bumil itu tetap periksa HIV/AIDS. Kenapa? pertama untuk melindungi dia kalau ketahuan dari sedini mungkin kita akan jaga terus dari yang lain. Harapan kita si anaknya yang dilahirkan tidak terinfeksi,” kata Rangkuti. ( SK )