BANGKA BARAT — Kasi Air Baku Dinas PUPR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Kasta Agung mengatakan, kolam retensi di Sungai Kampung Ulu, Jalan Kejaksaan, Kecamatan Mentok berfungsi sebagai tempat penampungan air sementara sebelum dibuang ke laut, bertujuan untuk mengurangi banjir.
Sayangnya, walaupun bertujuan mengurangi banjir, Kampung Ulu yang berada di bawah aliran sungai masih saja terendam air. Belum maksimalnya fungsi kolam retensi menurut Kasta Agung karena sedimentasi.
“Jadi karena sedimen, awalnya dalam menjadi dangkal. Kita lihat airnya keruh itu kan sedimen, jadi rencananya tahun ini kita gali lagi pendalaman kolamnya,” ujar Kasta saat meninjau kolam retensi bersama Wakil Bupati Bangka Barat Bong Ming Ming, Jum’at ( 19/1/24 ) siang.
Selain itu menurut dia, terjadinya bencana alam tidak dapat diprediksi, apalagi bila curah hujan tinggi dan air laut di hilir sedang pasang, sehingga air meluap di tengah – tengah dan menyebabkan banjir.
“Namanya bencana alam kita tidak bisa prediksi airnya sebesar apa kita nggak bisa tahu kan. Hujan beberapa hari ini ya tidak bisa diprediksi juga kondisi air yang di atas seperti apa kan. Apakah di atas sudah nggak ada lahannya, sudah nggak ada vegetasinya,” imbuh dia.
Dikatakannya, proyek kolam retensi ini belum selesai. Pihaknya akan melanjutkan pada April mendatang dan rencananya akan rampung di akhir tahun 2024.
“Belum selesai tahun ini masih ada lanjutan lagi. Tahap selanjutnya rencananya bulan April tahun 2024 ini dan targetnya selesai akhir tahun, anggarannya 3,8 miliar,” terang dia.
Proyek ini sempat mangkrak saat dikerjakan PT. Hersa Sukses Mandiri. Menurut Kasta penyebab cashflow atau masalah di manajemen keuangan perusahaan.
Dia menambahkan, pihak provinsi akan merekrut warga setempat untuk menjaga pintu air kolam retensi tersebut.
“Tadi kita sudah koordinasi dengan Pak RW sudah ada dari sini warga sini untuk menjaga pintu airnya namanya Pak Aan, anaknya Pak Ismed,” ujar Kasta.
Di lain pihak, Yulia ( 67 ), warga Kampung Ulu mengatakan, manfaat kolam retensi belum mereka rasakan sama sekali, malahan banjir sudah terjadi tujuh kali hanya dalam waktu tiga minggu di tahun ini.
“Manfaatnya belum apalah, belum terasa. Dulu sebelum ada kolam nggak sampai begini, tapi setelah ada kolam makin gile. Banjir sampai enam tujuh kali. Kemarin yang paling parah. Airnya sampai 70 senti, yang baru-baru ini ( ketinggian air ) tidak tahu saya tidak ngitung,” kata Yulia.
Dia berharap pemerintah daerah dapat segera menyelesaikan masalah banjir di Kampung Ulu. Menurut Yulia sebenarnya bukan bantuan sembako yang mereka harapkan. Keinginan terbesar warga adalah bisa terbebas dari banjir yang hampir setiap tahun selalu terjadi.
“Mudah-mudahan pemerintah bisa menyelesaikan ini, tapi yang pertama sekali TI ( Tambang Inkonvensional ) itulah yang dibasmi. Jadi kan nggak ada lagi lumpur-lumpur yang masuk ke sungai. Saya sudah dari kecil tinggal di sini sekarang hampir 68 tahun umur saya, dulu-dulu jarang banjir,” cetus Yulia. ( SK )