BANGKA SELATAN — Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan hingga kini belum memiliki rumah perlindungan dan Sumber Daya Manusia (SDM) khusus untuk menangani masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Karena itu, pasca penanganan atau perawatan, gangguan jiwa pasien ODGJ cenderung kambuh lagi lantaran tidak terawat sebagaimana mestinya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPPA) Pemkab Basel, Sumindar menjelaskan, hasil koordinasi dan usulan dari beberapa organisasi sosial dan perangkat kelurahan serta tokoh masyarakat terkait tingginya kasus ODGJ dalam beberapa tahun terakhir, sehingga diperlukan adanya rumah sehat sementara sebagai rumah singgah pasca rehabilitasi.
Hal itu, lanjut Sumindar, bertujuan agar para mantan ODGJ setelah menjalani perawatan dapat ditangani dengan baik sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.
“Rumah sehat sementara sebagai rumah singgah pasca rehabilitasi bukan hanya untuk para mantan ODGJ, tapi juga untuk para ODGJ sebelum menjalani perawatan agar tidak mengganggu dan meresahkan masyarakat atas keberadaan mereka di lingkungan masyarakat,” kata Sumindar.
Menurutnya, untuk menyediakan rumah sehat sementara tersebut butuh proses, kesungguhan dan dukungan dari semua pihak. Termasuk juga dalam hal ini alokasi anggaran yang harus disiapkan.
“Pastinya, butuh tenaga profesional dan dokter yang memadai untuk menangani pasca rehabilitasi dan maupun ODGJ yang belum rehabilitasi,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, selama empat tahun terakhir atau sedari 2019 hingga 2022 terdata lebih dari 200 orang di Kabupaten Bangka Selatan mengalami gangguan kejiwaan dengan status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Data tersebut dirangkum dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPPA) Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan (Pemkab Basel).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial PPPA Pemkab Basel, Sumindar menjelaskan, dinasnya selama empat tahun terakhir (2019-2022) telah menangani lebih dari 200 kasus ODGJ baik itu bergejala ringan, maupun berat.
Bahkan, dalam pertahunnya mencapai puluhan kasus ODGJ yang harus ditangani untuk dilakukan perawatan dan pengobatan khusus di Rumah Sakit Jiwa Sungailiat, Bangka.
“Pada tahun 2022 kita menangani 26 kasus, termasuk kasus ODGJ dengan inisial Ar yang sempat viral di media sosial,” kata Sumindar.
Menurutnya, penanganan ODGJ tidak hanya menjadi tanggung jawab dinas sosial atau pemerintah, melainkan tugas bersama terutama dari pihak keluarga yang bersangkutan harus proaktif menanganinya. Karena, tujuan utama dari menangani ODGJ agar mereka bisa pulih kembali dan bekumpul bersama keluarga tercinta.
“Utamanya itu dukungan dari pihak keluarga, organisasi masyarakat atau organisasi sosial. Mengingat untuk menangani ODGJ ini adalah tugas kita bersama, setidaknya begitu kita melihat ada orang yang mengalami gangguan jiwa kita tidak ikut serta mengejeknya,” jelas Sumindar. ( Tom )